In the deepest hour of the night, confess to yourself that you would die if you were forbidden to write. And look deep into your heart where it spears its roots the answer and ask yourself; must I write? (Rainer Maria Rilke)
Kamis, 28 Januari 2010
Koper LV, Uang Monopoli dan Kaca Mobil.
Hari ini adalah hari yang luar biasa bagiku. Aku menemukan sebuah koper teronggok di paving block belakang rumah. Beberapa menit sebelumnya, aku (yang sedang ingin merenung) menyangka bahwa hari ini adalah hari yang biasa. Aku menyenandungkan bait reff lagu Chasing Pavements dari Adele. Bersamaan dengan lantunan lirik lagu itu, aku berpikir: Bagaimana kalau aku membanting pintu saja terhadap semua hal sebelum semua hal membanting pintu di depanku?
Namun, benar kata seorang ahli self-healing dengan metode menulis bernama Sally Matahira. Belakangan, aku baru tahu bahwa Sally menginjak usia ke-27 pada tanggal 27 Januari. Sally pernah berkata bahwa hidup itu selalu memberikan petunjuk akan semua hal, layaknya rambu lalu-lintas. Apabila kita tidak melihatnya? Berarti, kaca jendela mobil kita yang buram. Ah, semua ini membuatku kangen pada si Kuda Catur yang memberikanku filosofi hidup. Yang aku dengar, saat ini dia berada di Bali.
Kutatap kembali koper lusuh di depanku itu. Sempat mata menangkap logo buram menjadi motif koper secara keseluruhan: LV. Kemudian aku menyadari dari sekian banyak kertas yang tersembul dari koper itu bahwa koper itu penuh berisi dengan uang. Kebetulan! Aku memang membutuhkan petualangan. Petualangan mencari Kuda Catur. Kuraih pegangan koper dan kuangkat. Aku ingin membawanya ke rumah, menghitungnya dan mulai merencanakan petualanganku.
Begitu sampai di kamar, aku membuka koper itu. Sudah tak sabar aku ingin menghitung uangnya. Namun ... Apakah kau pernah hendak menaiki anak tangga namun tiba-tiba anak tangga itu lenyap? Sensasi perasaan itu terjadi padaku.
Hatiku mencelos. Karena ternyata semua lembaran yang ada di dalam koper itu adalah lembaran yang lazim kau temukan ketika kita bermain monopoli. Aku ingin marah. Ingin rasanya aku membakar semua uang itu dan memecahkan rekor MURI karenanya. Aku frustasi. Bagaimana tidak? Gambar-gambar I Gusti Ngurah Rai mengedipkan mata ... Gambar Soekarno-Hatta memakai pakaian drag queen. Sekali lagi aku menjadi bahan humor lawakan semesta. Ada apa ini?
Baru saja aku hendak menebak apakah ini adalah awal dari petualangan ...
"Nak?"
Aku tersentak. Itu suara ibuku.
"Hentikanlah dulu permainan RPG-mu itu. Ayo, sudah saatnya makan malam."
Aku mematikan komputer setelah mengucapkan selamat tinggal kepada si koper LV. Sally Matahira benar. Aku sudah harus mencuci kaca depan mobilku.
Bandung, 23 Januari 2010.
Catatan Penulis:
Sally Matahira adalah parodi penulis untuk Sundea Belaka, penulis Salamatahari. Tulisan ini dibuat pada pertemuan kesekian Reading Lights Writer's Circle yang difasilitasi oleh Andika Budiman. Ah, dan yang berulang tahun pada tanggal 27 Januari adalah Nia Janiar. Usianya bukan 27, kok.
Langganan:
Postingan (Atom)