CUKUP satu kali rapat konsultasi bersama Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat publik bercuap-cuap demi membela Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernyataan beraroma anti-KPK dari Ketua Komisi III Benny Kabur Harman dan Wakil Ketua Komisi III DPR Fahri Hamzah membuat pendulum kini bergeser mengkritisi para politikus Senayan.
Semboyan ‘corruptors fight back’ didengungkan unsur pimpinan komisi antisuap itu berikut deretan simpatisannya, mulai dari pensiunan militer hingga LSM-LSM. Cerita kriminalisasi terhadap anasir lembaga ad hoc memang bukan barang baru. Masyarakat tentu masih ingat bagaimana mantan Ketua KPK Antasari Azhar terjerat kasus pembunuhan pengusaha Nasrudin Zulkarnaen atau kasus dugaan penerimaan suap oleh Komisioner KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto yang berakhir pada pendeponiran.
Pada klarifikasi yang digelar di kantor KPK di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, Chandra yang lagi-lagi dituding menerima suap kali ini oleh bekas bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sempat mengulang-ulang ‘kisah kriminalisasi’ yang membuat dirinya ditahan beberapa hari.
Maka, ketika ada suara sumbang dari kompleks DPR terhadap KPK, sudah barang tentu para ‘fan’ menjadi ribut. Akun jejaring sosial Twitter milik Fahri Hamzah sampai penuh celotehan mereka yang antipati terhadap politikus Partai Keadilan Sejahtera itu atas wacana pembubaran KPK yang ia lontarkan.
KPK bisa dikatakan berada ‘di atas angin’ mengingat banjirnya simpati publik terhadap mereka. Sampai-sampai beberapa praktisi hukum yang pernah ikut dalam Tim Pembela Bibit-Chandra (TPBC) melakukan reuni dan membentuk tim advokasi dan pembela KPK.
Kini sorotan seolah bergeser pada banyaknya suara yang menolak pembubaran terhadap lembaga antikorupsi tersebut. Padahal, masih banyak kasus-kasus besar yang sudah seyogianya mulai dikebut penuntasannya. Sebut saja kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 Miranda Goeltom. Di mana keberadaan Nunun Nurbaeti selaku tersangka dalam kasus tersebut?
Lalu, apa kabar pula penuntasan kasus Wisma Atlet dengan Nazaruddin sebagai tersangka? Terlepas dari banyaknya manuver dari kuasa hukum si mantan anggota DPR, apa itu menjadi alasan bagi KPK untuk melupakan tugasnya? Belum lagi kasus dugaan suap dalam proyek infrastruktur kawasan transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, atau kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya dengan si tersangka, Neneng Sri Wahyuni, yang tak lain istri dari Nazaruddin, masih menjadi buron Interpol di 188 negara.
Sudah saatnya Busyro Muqoddas dkk berhenti playing victim alias menempatkan diri sebagai korban atas seluruh tudingan yang dilayangkan kepada kantor di Jalan HR Rasuna Said tersebut. Jihad melawan korupsi yang memiskinkan rakyat sudah pasti berliku dan penuh kerikil tajam. Tetapi, kalau sedikit-sedikit mengeluh atau merasa dikriminalisasi, kapan me reka bekerja?
Jangan mentang-mentang publik tengah menaruh KPK di atas angin, lalu Busyro dkk jadi angin-anginan. Jika itu yang terjadi, namanya KPK ‘masuk angin’.
(Amahl S Azwar)
Terbit di rubrik SOROT, harian Media Indonesia, Senin, 10 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar