Sabtu, 16 April 2011

Mereka Bukan Bajak Laut Karibia



(foto diambil dari Reuters)


JANTUNG Kapten Slamet Juari berdegup kencang saat Kapal Sinar Kudus yang ia nakhodai melintasi Laut Arab, pada 16 Maret lalu. Seraya merapal doa, Slamet meneruskan pelayaran kapal yang mengangkut bijih nikel PT Aneka Tambang (Antam) menuju Rotterdam, Belanda
.
"Saya khawatir ketika melewati Teluk Aden. Ada Somalia di bawahnya, kami dengar banyak terjadi perompakan di situ," ujar Slamet yang dihubungi Media Indonesia melalui sambungan internasional, beberapa waktu lalu.

"Namun, sudah jalan masa kita mau balik," tutur suami Isyam Yuni Astuti ini.

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Pukul 10.30 waktu setempat, saat kapal milik PT Samudera Indonesia itu berada 400 mil di atas Somalia, dua speedboat turun dari kapal ikan. Sadar akan bahaya yang mengancam, Slamet dan 19 anak buah kapal (ABK) WNI lainnya berupaya menghindar dan bergerak ke utara. Namun, kapal lainnya sudah menghadang laju Sinar Kudus. Berondongan AK-47 pun terus menghujam bagian dermaga kapal.

"Kayak di film-film saja. Hanya dalam waktu 5 atau 10 menit, empat orang di speedboat pertama naik ke kapal menggunakan tangga yang bisa dipanjangkan. Mereka minta agar kapal dihentikan dan kami pun menyerah.
Kami sudah mencoba, tetapi apa artinya melawan senjata otomatis."

Hari-hari penyanderaan bagi Slamet dan ABK lainnya pun dimulai. Awalnya, perlakuan kelompok perompak yang berjumlah 35 orang cukup ketat. Mereka dikumpulkan dalam satu base kapal. Waktu makan digilir dan ke kamar mandi pun diawasi. Kapal Sinar Kudus pun sempat dipakai kawanan pembajak untuk mencari mangsa lain. Mereka berputar-putar sampai ke Laut Arab sebelum akhirnya kembali ke perairan Somalia.

Lambat laun, hubungan baik perompak Somalia maupun kru kapal yang sesama muslim mulai melunak. Satu atau dua pembajak belakangan mulai ikut beribadah bersama WNI di Kapal Sinar Kudus. Salah seorang di antara mereka adalah Mohamed Salah, 38, pemimpin pembajak yang hanya memiliki tinggi 160 sentimeter. Slamet mengatakan Mohamed Salah yang keturunan Somalia-Yaman, tinggal di Arab Saudi, dan sempat menetap di Afghanistan cukup baik memperlakukan para ABK. Keadaan itu dimanfaatkan Slamet dengan memohon belas kasihan kepada para perompak.

"Saya dekati dia, menunjukkan kondisi perut saya yang sakit. Air dan makanan yang semakin menipis. Tolonglah dikurangi uang tebusan itu.
Kami tidak sanggup," tutur Slamet.

Perompak Somalia yang semula menuntut US$2,6 juta (sekitar Rp23 miliar) kemudian naik ke US$3,5 juta, melunak. Mereka menyetujui penurunan jumlah tebusan sampai US$3 juta dengan catatan harus segera ada pernyataan.

Kendati demikian, detik-detik kepastian pembayaran tebusan sempat diwarnai kejengkelan para perompak. Pada Jumat (15/3) pada pukul 11.00 waktu Somalia (15.00 WIB), PT SI mengirim pernyataan kesanggupan membayar tebusan sebesar US$2,8 juta. Padahal, PT SI awalnya menyatakan sepakat atas tuntutan US$3 juta dari bajak laut. Mohamed Salah dkk jengkel dan langsung menaikkan uang tebusan menjadi US$3,050 juta.

Baru pada jam 15.00 waktu Somalia atau 19.00 WIB, PT SI melayangkan pernyataan kesanggupan kompensasi kembali ke US$3 juta. Setelah dibujuk para ABK, perompak Somalia akhirnya menyetujui jumlah tersebut. Otomatis. perlakuan perompak Somalia terhadap para AKB berangsur membaik. Meski pengawasan terhadap sandera masih ketat, komunikasi para bajak laut jauh lebih lunak. Kawanan perompak yang berjumlah 35 orang sebelumnya sering bertengkar satu sama lain. Tingkah mereka sering merisaukan para sandera yang takut jadi sasaran empuk.

"Pagi ini kami dengar mereka berlari-larian dan berlatih senjata, kami sempat sembunyi karena takut. Lalu para perompak bilang 'No problem, kami hanya sedang latihan'. Otomatis, perlakuan mereka membaik," tutur Slamet, Sabtu (16/4).

Saat ini, perompak Somalia yang dipimpin Mohamed Salah tengah menunggu realisasi pengiriman tebusan dari Jakarta. Mereka meminta percepatan pengiriman melalui penerbangan ke salah satu bandara di Dubai, Djibouti, atau Nairobi (Kenya) pekan depan. Adapun penandatangan kesepakatan dari perompak telah dikirim ke PT SI melalui e-mail.

Secara umum kondisi para ABK sendiri mulai membaik. Slamet Riyadi, 58 tahun, ABK yang sempat mengalami diare dan depresi berat malah menangis terharu mendengar kabar kesanggupan PT SI.

"Dia menangis terharu, minimal ada harapan untuk hidup. Sekarang semangat dia terbakar lagi tetapi kita tetap jaga terus. Insya Allah tidak ada apa-apa nantinya," ujar Slamet.

Terorganisasi

Pembajakan di laut sepertinya telah berubah dari fenomena kawasan menjadi bisnis kriminal global. Perompakan terhadap kapal Turki beberapa tahun lalu bisa jadi bukti awal.

"Mereka sering kali menghubungi London dari kapal mereka," ujar Haldun Dincel, general manager perusahaan perkapalan Turki, Yardimci, yang sempat terlibat negosiasi dengan perompak Somalia.

Haldun mengatakan perompak menggunakan telepon satelit yang mereka bawa untuk mengontak para konsultan mereka. London, sambung Dincel, menjadi salah satu pusat yang sering dihubungi pembajak setelah kapal tanker diambil alih. "Setiap hari pemimpin perompak berhubungan dengan orang-orang dari London, Dubai, dan kadang Yaman," ujar Dincel.

Menurut harian The Guardian, setidaknya satu dari empat atau lima kelompok bajak laut terbesar saat ini menggunakan jasa `konsultan' yang berbasis di London untuk memilih target. Pada tiap kasus, seluruh pembajak tahu persis mengenai apa yang diangkut kapal, berapa muatan kargo, serta negara asal kapal tersebut. Konsultan-konsultan ini, menurut Dincel, merupakan orang-orang yang bekerja di dalam industri.

"Mereka tahu tentang kapal, arah kapal, di mana pelabuhan mereka, segalanya. Mereka tahu apa yang mereka lakukan," pungkasnya.

(SZ/BBC/Guardian/ I-5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar